Apa saja kecakapan yang perlu dimiliki oleh seseorang untuk bisa menulis cerita pendek atau, jika anda mau lebih spesifik, cerita pendek yang bagus? arangkali kita butuh pengetahuan lebih untuk menjadi penulis cerpen yang mahir agar dimuat di banyak media level nasional. Berikut kami sajikan 19 tips menulis cerpen dari AS. Laksana dalam kelas penulisan cerpen.
Kecakapan Imajinasi
Cerita pendek adalah produk imajinasi seseorang. Karena itu, kecakapan pertama yang perlu dimiliki seseorang untuk menghasilkan satu cerita pendek adalah kecakapan berimajinasi. Anda perlu melatih kecakapan berimajinasi jika ingin menulis cerita pendek yang bagus.
Latihan terbaik untuk mendapatkan kecakapan berimajinasi adalah dengan menulis kalimat “what if” (apa jadinya jika).
- Apa jadinya jika adik perempuannya pada suatu hari berubah menjadi bidadari di langit?
- Apa jadinya jika seseorang bangun tidur berubah menjadi serangga besar?
- Apa jadinya jika seorang lelaki yang sudah beristri jatuh cinta kepada gadis yang berjalan-jalan di pantai dengan anjingnya?
- Apa jadinya jika seorang anak menciptakan sendiri sosok ayah yang tak pernah dimilikinya?
- Apa jadinya jika si perempuan menginginkan bayi dan si lelaki menginginkan pengguguran kandungan? (Hemingway)
- Apa jadinya jika nelayan miskin menemukan mutiara besar yang sangat indah?
- Apa jadinya jika bayi manusia diasuh induk gorila?
- Apa jadinya jika nelayan miskin menemukan malaikat pencabut nyawa yang jatuh di pekarangan rumahnya?
Kecakapan Menciptakan Tokoh Rekaan
Setiap cerpen adalah cerita tentang seseorang; ia memiliki keinginan, mengalami hambatan, melakukan tindakan untuk mengatasi hambatan itu, dan ia mungkin berhasil atau mungkin gagal mewujudkan keinginannya.
Tokoh cerita anda harus memiliki kualitas yang mampu membuat pembaca tertarik dan bersimpati kepadanya, dan ia harus istimewa, entah cara berpikirnya, keputusan-keputusannya, tindakannya, dan termasuk ciri-ciri fisiknya. Termasuk juga namanya. Anda perlu memikirkan nama yang tepat untuk tokoh-tokoh cerita anda.
Jika tokoh cerita anda tidak mampu menarik perhatian pembaca dan tidak mampu membuat mereka bersimpati, mereka tidak akan tertarik melanjutkan membaca.
Kecakapan Menciptakan Adegan
Dalam penceritaan, kita sering mendengar saran “Show, don’t tell.” Adegan adalah cara kita untuk “show”. Di dalam adegan, pembaca “melihat” tokoh-tokoh cerita kita melakukan sesuatu.
Adegan adalah cerita mini. Dan sama prinsipnya dengan cerita yang harus mengandung konflik dan ketegangan, setiap adegan yang baik juga harus mengandung konflik dan ketegangan.
Kecakapan Menyampaikan Detail
Bagi yang mengikuti kelas Menggambar dengan Kalimat, anda pasti ingat kutipan ini: God is in the details.
Rahasia keindahan tulisan ada pada detailnya. Detail menjadikan penggambaran anda tiga dimensi. Pembaca bisa merasakan kehidupan yang anda ceritakan karena detail yang memikat dan relevan bagi cerita.
Detail menjadikan karakter anda hidup di benak pembaca, menjadikan pembaca bisa merasakan dengus napas monster ciptaan anda, sorot mata yang mengirimkan hawa dingin pada tulang belakang, suara tawa yang mengusir burung-burung, dan sebagainya.
Kecakapan Bermetafora dan Membuat Perumpamaan
Metafora merupakan bagian dari perumpamaan. Ia salah satu dari sekian banyak perangkat kesusastraan, tetapi ia merupakan perangkat sangat penting. Metafora dan perumpamaan-perumpamaan yang segar dan presisi akan membuat tulisan kita berbeda dibandingkan tulisan yang biasa-biasa saja.
Para pengarang yang baik biasanya adalah orang-orang yang gigih mengupayakan metafora dan perumpamaan-perumpamaan baru ciptaan mereka sendiri dan menghindari metafora dan perumpamaan-perumpamaan yang sudah basi atau klise.
Kecakapan Menggambarkan Setting
Kejadian-kejadian di dalam cerita selalu berlangsung di dalam ruang dan waktu. Tidak mungkin ada kejadian berlangsung tanpa tempat dan waktu. Cerita yang baik membuat pembacanya merasa bisa merasakan situasi, bisa melihat setting secara kongkret. Penggambaran setting yang keliru bisa membosankan, dan seorang penulis yang baik akan tahu bagaimana cara melukiskan setting secara memikat.
Kecakapan Menciptakan Konflik dan Mengintensifkannya
Konflik adalah jantung cerita. Tanpa konflik tidak akan ada cerita. Setiap adegan yang menarik adalah adegan yang mengandung konflik dan ketegangan.
Kecakapan Menyusun Plot dan Struktur Cerita
Struktur adalah semua bagian yang harus ada sehingga cerita menjadi bangunan yang kokoh. Plot adalah cara kita menyajikan urut-urutan cerita.
Kecakapan Menemukan Judul Cerita
Judul adalah impresi pertama sebuah cerita. Orang membuat kesan pertama dengan penampilan, pakaian, dan bahasa tubuh. Cerita melakukannya dengan judul. Judul menciptakan antisipasi dan harapan kepada pembaca, atau, jika ia gagal, ia akan membuat pembaca tidak tertarik.
William Shakespeare selalu menggunakan nama karakternya sebagai judul untuk lakon tragedi, yang menceritakan riwayat kehancuran orang-orang besar. Namun ia tidak menggunakan cara serupa untuk memberi judul pada lakon-lakon komedinya. Tidak ada satu pun komedinya yang menggunakan nama karakter sebagai judul.
Hemingway mempertimbangkan judul The World’s Room dan They Who Get Shot untuk novelnya, sebelum akhirnya menetapkan judul yang lebih memikat: A Farewell to Arms.
Dalam kasus lakon-lakon tragedi Shakespeare, judul datang lebih dulu. Dalam kasus Hemingway, judul datang belakangan setelah naskahnya jadi.
Kecakapan Memilih Narator dan Point of View
Narator adalah orang yang menuturkan cerita. Ia bisa orang di luar cerita, bisa juga salah satu karakter di dalam cerita—biasanya tokoh utama, tetapi tidak selalu. Dalam cerpen Garcia Marquez Innocent Erendira, ada karakter ‘aku’ yang muncul hanya selintasan.
Perlu anda pertimbangkan juga apakah naratornya akurat dalam menuturkan cerita atau sering goyah? Dalam novel Kazuo Ishiguro The Remains of the Day, naratornya orang pertama dan sering tidak yakin dengan ingatannya terhadap kejadian-kejadian. Ia seperti itu sebab cerita itu dituturkan ketika si narator sudah tua dan ia menceritakan kejadian yang sudah lama berlalu.
Point of view adalah dari sudut pandang siapa cerita disampaikan. Cerita pendek, karena bentuknya yang ringkas, pada umumnya dituturkan melalui point of view satu karakter saja. Artinya, kejadian-kejadian disampaikan melalui kacamata dan tafsir karakter tersebut.
Kecakapan Menuliskan Dialog
Dialog adalah kesempatan bagi karakter untuk menyampaikan suaranya sendiri, menjelaskan kehadirannya sendiri, tidak diwakili oleh penuturan narator. Prinsipnya, setiap karakter dalam cerita anda harus menarik. Artinya, ia menarik dalam pemikiran, tindakan, dan ucapan. Prinsip berikutnya, setiap bagian dalam cerita pendek adalah penting. Demikian pula dialog. Jadi, biarkan karakter anda menyampaikan dialog yang tidak penting.
Para pemula sering membuat dialog yang isinya basa-basi dan tidak penting. Mereka mungkin berpikir bahwa dialog harus mencerminkan percakapan sehari-hari. Tidak. Percakapan sehari-hari akan membosankan jika ditranskrip. Dialog dalam cerita tidak boleh membosankan, sekalipun itu diucapkan oleh karakter yang anda gambarkan membosankan.
Kecakapan Menuliskan Kalimat Pembuka
Dalam bahasa Inggris, pembuka yang memikat ini disebut hook (kail, pengait). Jadi, kalimat pertama anda adalah alat untuk mengail perhatian pembaca. Ada banyak jenis kail, tetapi pembuka yang memikat biasanya berupa kalimat yang membawa pembaca langsung ke tengah-tengah aksi dramatis, atau dengan cara membangkitkan rasa ingin tahu tentang karakter, situasi yang tidak biasa, atau penyataan yang menyentak.
Semua keluarga bahagia terlihat sama; setiap keluarga tidak bahagia menjadi tidak bahagia melalui caranya masing-masing.
Suatu pagi, saat Gregor Samsa terbangun dari mimpi yang tidak menyenangkan, dia mendapati dirinya berubah menjadi serangga besar.
Ibu meninggal hari ini. Atau mungkin, kemarin. Aku tidak yakin.
Kecakapan Menuliskan Kalimat Penutup
Untuk meninggalkan kesan mendalam bagi pembaca. Jika kalimat pembuka anda harus mampu mengail perhatian pembaca dan membuat mereka terus membaca, kalimat penutup anda menentukan apa yang akan mereka “bawa pulang” dari cerpen anda—bagaimana perasaan mereka ketika mengakhiri pembacaan cerita.
Kecakapan Membawa Konflik ke Puncak Klimaks
Klimaks tercapai ketika protagonis mengambil langkah terakhir untuk menyelesaikan konflik yang kian meningkat dalam upayanya mencapai tujuan. Ini adalah keputusan sekali dan untuk selamanya. Dalam struktur plot, klimaks merupakan bagian terpenting. Pada momen ini, karakter utama harus menghadapi masalah terberat atau hambatan terbesarnya. Tokoh utama bisa berhasil bisa gagal. Hasil dari langkah ini adalah titik balik. Titik balik mulai mengarahkan pembaca pada hasil akhir atau penyelesaian konflik.
Kecakapan Menciptakan Penderitaan kepada Tokoh Utama
Rasa sakit adalah bagian mendasar dari pengalaman manusia: melalui rasa sakit kita belajar. Di salam cerita, melalui rasa sakit karakter kita, pembaca belajar sesuatu. Dalam penggambaran yang tepat, penderitaan karakter akan membuat pembaca bersimpati, sebab penderitaan itu bisa jadi mencerminkan penderitaan para pembaca.
Penderitaan karakter akan meningkatkan drama, meningkatkan pertaruhan, menambah rintangan bagi karakter utama sebelum masalah sampai ke puncak.
Secara umum, kita membuat karakter menderita demi dua hal:
Pertama, untuk meningkatkan plot. Hal-hal buruk harus terjadi agar tokoh utama mendapatkan akhir yang bahagia. Penderitaan mendorong tokoh utama mengatasinya untuk mengubah banyak hal di dalam hidup.
Kedua, untuk memperdalam dan mengungkapkan watak sejati karakter. Kita tahu bahwa watak sejati manusia biasanya muncul ketika ia dalam situasi paling menekan.
Memberikan penderitaan kepada tokoh utama adalah cara untuk menjadikan tokoh cerita kita tidak datar-datar saja.
Kecakapan Mengaduk Emosi Pembaca
Untuk urusan ini, kita patut berguru kepada Charles Dickens. Ia sangat ahli dalam urusan mengaduk-aduk emosi pembaca. Dickens cakap membuat pembacanya tertawa, ia ahli membuat pembacanya menangis, dan ia terampil membuat pembacanya menunggu dan mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.
Kecakapan Menggali Backstory para Karakter
Cerpen pada umumnya menceritakan satu momentum dalam kehidupan tokoh utama. Untuk sampai kepada situasinya saat ini, setiap tokoh cerita memiliki masa lalu. Mungkin riwayat masa lalu itu tidak muncul di dalam cerita, tetapi memahami backstory para karakter akan membuat kita betul-betul memahami karakter-karakter cerita kita. Dengan begitu, kita tidak keliru di dalam menceritakan mereka.
Kecakapan Menulis dalam Kalimat yang Jernih
Setiap kalimat dalam cerita pendek seharusnya adalah kalimat yang penting. Ia harus menggerakkan cerita dan/atau mengungkapkan kepribadian tokoh. Cerita pendek terlalu sayang jika kita susupi dengan kalimat-kalimat yang tidak berfungsi.
Dengan kalimat, kita membangun suara penulisan kita, kita membangun style kita.
Kecakapan Membaca Buku
Saya tidak akan menjelaskan kecakapan ini, sebab sudah jelas: Setiap penulis yang baik adalah pembaca yang lahap.
Dalam materi-materi selanjutnya kita akan mendalami poin-poin di atas satu demi satu. Mudah-mudahan materi-materi itu nanti bisa membantu anda menulis cerpen. Paling tidak, itulah kecakapan-kecakapan yang perlu kita kuasai untuk bisa menulis cerpen. Apakah kita harus mahir dalam semua kecakapan itu? Tentu saja. Untuk menjadi cakap dalam bidang apa pun, kita perlu memahirkan diri dalam semua aspek kecil-kecil yang menjadi penyusunnya.
Tetapi saya ingin anda tidak sekadar bisa menulis cerpen. Saya ingin anda memiliki kebiasaan seorang penulis. Dan kebiasaan seorang penulis adalah membaca dan menulis setiap hari—saya berharap anda memiliki dua kebiasaan itu.
Terus terang, satu bulan terakhir saya mengikuti pelatihan Tiny Habits, yang diselenggarakan oleh BJ Fogg. Itu pelatihan yang menyenangkan. Saya telah menulis tentang BJ Fogg dalam status Facebook saya dan menyampaikan sedikit tentang bagaimana ia membuat kita bisa mendapatkan perilaku baru secara mudah, yaitu dengan melekatkan perilaku tersebut pada tindakan-tindakan rutin kita sehari-hari.
Jadi, tindakan-tindakan rutin kita menjadi anchor atau pengingat bagi perilaku baru yang kita inginkan.
Resepnya:
Setelah .... (anchor) ...
Saya akan .... (tindakan kecil) ...
Dari sembilan belas kecakapan di atas, saya pikir tujuh hal di bawah ini yang perlu lebih awal dijadikan kebiasaan baru:
- Berimajinasi
- Memikirkan karakter
- Menulis metafora
- Memikirkan konflik
- Membuat kalimat pembuka
- Membuat kalimat penutup
- Membaca buku
Sila lekatkan ketujuh tindakan kecil tersebut dengan kebiasaan sehari-hari anda yang paling cocok.
Contoh:
- Setelah menyeduh kopi, saya akan menulis satu “what if”.
- Setelah menyisir, saya akan memikirkan dan menuliskan satu keunikan karakter cerita saya (fisik maupun non fisik).
- Setelah menyiram tanaman, saya akan menuliskan satu metafora.
- Setelah duduk di kloset, saya akan memikirkan konflik dalam cerita
- Setelah menyalakan laptop, saya akan menuliskan satu kalimat pembuka.
- Setelah mematikan komputer, saya akan menuliskan satu kalimat penutup.
- Setelah naik ke tempat tidur, saya akan membaca satu paragraf buku cerita.
Itu hanya contoh. Anda perlu merinci sendiri semua kegiatan yang setiap hari pasti anda lakukan. Silakan dicoba-coba saja memasangkan tindakan sehari-hari anda dengan tujuh hal itu, sampai anda menemukan pasangan yang tepat antara tindakan sehari-hari dan perilaku baru yang anda lekatkan padanya.
Itulah latihan kita hari ini. Anda melakukan tujuh hal itu setiap hari selama sepekan.
Saya yakin itu tidak akan menyita waktu anda. Masing-masing tindakan paling hanya memerlukan satu sampai dua menit, tetapi dengan cara itu anda akan memiliki kebiasaan baru untuk mengakrabi imajinasi, memikirkan konflik cerita, memikirkan kalimat pembuka yang memikat, menuliskan kalimat penutup yang meninggalkan kesan, melatih diri bermetafora dan membuat perumpamaan, memikirkan karakter, dan membaca buku setiap hari.
Selamat melatih diri, selamat membangun kebiasaan baru dalam penulisan.
0 Comments