Hulu Hilir Literasi | Artikel Opini Harian Republika

semangat-literasi-digital

Pak Dewan ada di mana di antara hulu dan hilir literasi ini? Kapan utang konstitusi ini akan dilunasi?

Saya baru saja dikukuhkan menjadi Duta Baca Indonesia periode 2021-2025 pada 30 April, meneruskan perjuangan Najwa Shihab (2016-2020).

 

Terhampar peta literasi dari Perpustakaan Nasional, indeks literasi masyarakat Indonesia di angka 57, termasuk kategori sedang, sedang merangkak naik. Tugas berat terbentang. Sebagai duta, saya harus meningkatkan kemampuan membaca dan menulis orang Indonesia.

 

Saya berpikir keras membuat program kerja yang kolaboratif dan terintegrasi dengan pihak lain. Literasi Kolaborasi saya mulai. Misalnya membuat video kampanye membaca dan menulis dengan Ferry Curtis,   musisi yang lagu-lagunya bernuansakan literasi baca-tulis.

 

Fiersa Besari juga sedang saya dekati. Semoga metode memadukan video kegiatan literasi dengan lagu ini diadopsi secara masif oleh Duta Baca Daerah di Indonesia.

 

Kegiatan (blusukan) resmi pertama dengan Perpusnas adalah "Literasi Pemberdayaan dalam Masyarakat" di Desa Adat Warungbanten, Lebak, Banten Selatan, 21-23 Mei lalu.

 

Terhampar peta literasi dari Perpustakaan Nasional, indeks literasi masyarakat Indonesia di angka 57, termasuk kategori sedang, sedang merangkak naik.

 

Supaya lebih populis (dan kolaboratif), saya mengajak penyair Toto ST Radik, Rahmat Heldy Hs (Duta Baca Banten), relawan Rumah Dunia dan Motor Literasi. Honda Banten Lebak Chapter mendukung operasionalnya.

 

Kami konvoi mengendarai 10 motor ke Desa Adat Warungbanten, yang berjarak 150 km, melewati jalan curam berkelok, naik-turun menuju gunung Halimun.

 

Kegiatannya berupa pertunjukan seni, wisata dongeng, hibah sembako buku, diskusi literasi, dan pelatihan. Selama tiga hari terjadi transformasi. Memang tidak cash and carry. Ini investasi untuk masa depan.

 
Baca Juga : Membaca Tanpa Membaca

Tiga buku

Saat beristirahat di Malimping, saya terhenyak membaca opini Firman Venayaksa, “Jalan Sunyi Literasi”, Republika (21/5).

 

Tidak hanya itu, saya membaca Republika edisi Senin (24/5), saat  dalam mobil travel menuju Bandung, berisi opini Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Arys Hilman berjudul "Literasi tanpa Nomenklatur".

 

Kedua opini itu setali tiga uang, bernada pesimistis. Mereka menagih janji keseriusan pemerintah mengurusi literasi, termasuk janji politik saat kampanye. Sementara, saat ini saya  bersemangat mengampanyekan budaya baca dan tulis dalam bentuk narasi sekaligus aksinya.

 

Saya tahu maksud kedua opini itu. Ada di mana para anggota dewan saat pemerintah mengeluarkan UU Nomor 3/2017 dan PP Nomor 75/2019 tentang Sistem Perbukuan? Mereka mengingatkan para anggota DPRD, yang memiliki utang konstitusi: Membuat Perda Sistem Perbukuan.

 

Muhammad Syarif Bando, kepala Perpustakaan Nasional mengatakan, selama ini yang selalu disalahkan dalam persoalan rendahnya budaya membaca dan menulis adalah di hilir, yaitu masyarakat. Padahal peran di hulu belum maksimal. Perda Sistem Perbukuan salah satu solusinya.

 

Idealnya,  2021 ini dibutuhkan tiga judul buku baru untuk setiap satu orang Indonesia. Berarti, itu sama dengan 800 juta eksemplar."

 

Bando menambahkan, "Buku adalah alat penting untuk meningkatkan indeks literasi masyarakat. Idealnya,  2021 ini dibutuhkan tiga judul buku baru untuk setiap satu orang Indonesia. Berarti, itu sama dengan 800 juta eksemplar."

 

Data yang saya peroleh tahun 2019 dari London Book Fair, Indonesia menempati peringkat tertinggi di ASEAN, yaitu 30 ribu judul buku. Jika setiap judul buku dicetak 3.000 eksemplar, hanya 90 juta eksemplar. Tidak mencukupi untuk 265 juta penduduk Indonesia.

 

Festival hari buku

 

buku-literasi

Para pegiat literasi di Banten dan IKAPI Banten dengan heroik bekerja bersama Ikapi dan Pusat Kurikulum Perbukuan menginisiasi sosialisasi Perda Sistem Perbukuan. Bahkan (cenderung nekat di masa pandemi Covid-19) menggelar Festival Hari Buku Nasional 26-30 Mei.

 

Untirta Banten dengan kampus barunya, mendukung kegiatan akbar dan pertama kalinya ini di Indonesia. Pematerinya juga ada anggota dewan dan wakil gubernur Banten meluncurkan bukunya.

 

Pegiat literasi memang ibarat Musashi, menempuh jalan berbeda untuk meningkatkan indeks literasi masyarakat. Sebelum dikukuhkan menjadi Duta Baca Indonesia, saya blusukan ke desa-desa dengan Program Gempa Literasi, yaitu gempa yang menghancurkan kebodohan dengan membaca dan menulis.

 

Nah, pertanyaannya lagi, "Pak Dewan ada di mana di antara hulu dan hilir literasi ini? Kapan utang konstitusi ini akan dilunasi?"

 

Saya dan relawan Rumah Dunia mengajari orang-orang desa keterampilan menulis biografi, how to, success story, puisi, cerpen, novel, atau apa saja. Jika tidak ada komputer, kembali saja ke zaman sebelum ada komputer,  mengandalkan kreativitas tangan dan perasaan.

 

Tidak perlu dicetak, fotokopi beberapa eksemplar. Untuk kovernya libatkan anak-anak untuk menggambar, menggunting, dan tempelkan di kertas yang agak tebal.

 

Saya berharap, dengan cara begitu rak-rak buku di perpustakaan desa dan taman bacaan masyarakat dipenuhi buku-buku karya sendiri dan muncul semangat terus menerbitkan karya. Hal-hal itulah yang saya adopsi jadi program kerja unggulan sebagai Duta Baca Indonesia.

 

Jadi, saya akan fokus di hilir bersama kawan-kawan pegiat literasi seperti Forum Lingkar Pena, Forum TBM, GPMB, Pustaka Bergerak, Nulis Aja Dulu, KBM, 1001 Buku, Forum Penulis Bacaan Anak, Sagusabu IGI, dan masih banyak lagi.

 

Nah, pertanyaannya lagi, "Pak Dewan ada di mana di antara hulu dan hilir literasi ini? Kapan utang konstitusi ini akan dilunasi?"

 

Penulis : GOL A GONG, Duta Baca Indonesia 2021-2025

Related Posts

Post a Comment

0 Comments