Partai Literasi - Hubungan Guru-Murid itu bukan ikatan biasa yang semudah itu dimiliki. Ada beberapa hal yang perlu kita bedakan antara Guru-murid, muhibbin, pengikut, dan seterusnya :
Pengikut
Seperti Muhammadiyah, maka mereka semua adalah pengikut KH. Ahmad Dahlan. Semua orang yang mengaku NU pun sama ialah pengikut KH. Hasyim Asy’ari. Semua yang mengaku beragama Islam adalah pengikut Nabi Muhammad. Semua umat Kristiani adalah pengikut Yesus. Pengikut adalah siapa yang ikut rombongan itu.
Mudahnya, pengikut adalah penumpang bus. Kamu cukup tahu ada sopirnya dan tujuan bus itu mau ke mana, tanpa kamu mengenal sopir lebih dalam, alamat, dan lain sebagainya. Kalau kamu tahu itu sopir bus jurusan Jogja ya kamu pasti mengikutinya karena memang kamu mau pergi ke Jogja. Ya kecuali kalau kamu sedang galau terus lihat bus lewat kamu naik terus ditanya kernetnya “Mau kemana Neng? Ke Rahmatullah.”
Intinya adalah pengikut itu bersifat umum dan tanpa banyak syarat.
Muhibbin
Sebut saja fans, ini tidak hanya sebagai pengikut. Tapi ada keinginan meneladani sosok yang diikuti. Misal, Muhibbin Habib Lutfi bin Yahya, kamu bukan muridnya, tidak pernah jumpa. Tapi pajang fotonya, setiap hari nonton YouTube denger ceramah beliau.
Muhibbin ini tidak seenaknya bisa mengaku sebagai muridnya, Kamu bisa ngefans Ust. Adi Hidayat, khatam semua kitab karya Syekh Ramadhan Al-Buthi atau tokoh manapun, tapi tidak semudah itu mengaku muridnya. Bukan berarti kamu setiap hari post video-video ceramah ulama A atau B lalu kamu adalah muridnya. Kamu disebutnya Muhibbin.
Murid (Secara Umum)
Ini ada semacam kontrak di awal, seperti kamu harus masuk ke sekolah harus daftar dulu, melaksanakan kewajiban di sana, kamu dicatat sebagai murid di sekolah ini. Satu-satunya yang boleh ngaku sebagai muridnya Mbah Kyai Arwani Kudus adalah dia yang tercacat secara resmi sebagai alumni santri Yanbu'ul Quran Kudus. Mudahnya hubungan Guru-murid itu berlaku jika sang Guru mengakui murid itu sebagai muridnya.
Itulah yang disebut santri, murid, ataupun alumni. Syaratnya: tercatat secara formal, pernah belajar dan mendapatkan sanad secara langsung, dan sang Guru mengakui, “kamu muridku.”
Muridnya (Secara Khusus)
Tipe ini adalah hubungan yang jauh lebih dekat. Beberapa tidak harus pakai kontrak tapi bisa diterima secara langsung, “Mulai sekarang,kamu belajar sama saya,”.
Sang Guru akan memberi ilmu bukan di kelas, tapi di banyak tempat lain seperti murid khusus ini diajak mendampingi ke acara, diajak melakukan projek dan lain-lain.
Makanya dalam sejarah, seorang tokoh biasanya tidak pernah lepas dari sosok Guru jika ditulis biografinya. Kita semua tahu siapa Guru dari Imam Syafi'i. Kita tahu siapa yang mendidik Imam Ghazali. Semua paham berapa banyak nama-nama besar hasil didikan Syaikhona Kholil Bangkalan. Sebab hubungan Guru-murid ini sangat sakral dan berlaku sepanjang massa.
Jadi simpulannya menjadi murid seseorang, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Kamu tidak bisa ngaku muridnya Ustad Abdul Somad atau Gus Baha' hanya karena kamu post video-videonya setiap hari. Murid adalah dia yang bertemu dan ngaji secara langsung ke beliau-beliau itu. Lalu diakui sebagai murid.
Ingat ini baik-baik, sebab banyak yang seenaknya mengaku muridnya ini itu tapi tidak ada bukti. Perhatikanlah, ini berlaku di nyaris semua bidang keilmuan.
Ramanujan dalam bidang matematika adalah murid dan dididik langsung oleh Profesor Hardy di kampus Cambridge. Mudahnya, guru dalam konteks kampus disebut supervisor atau dosen pembimbing (meskipun di Indonesia ini kurang jalan)
Siapa sih yang membuat Hellen Keller jadi melegenda? Anne Sullivan, namanya. Inilah contoh hubungan Guru-murid yang benar-benar berlaku Guru-murid.
Murid Ideologi atau Terinspirasi
Seseorang yang hanya sekedar belajar dari tokoh tertentu dari bukunya. Seperti para filsuf, mereka saling terinspirasi satu sama lainnya meskipun beda zaman sebab saling membaca karya-karyanya.
Akhirnya bisa mengaku sebagai Arestotelian atau Platonian ,atau Gladwellian atau pun Stoic. Karena habis baca Filosofi Teras ya terus terinspirasi dan bisa mengaku sebagai Stoic.
Jadi, “Siapa Gurumu?”
Jika belum punya segera miliki. Ingat ya, orang boleh saja bodoh dan jelek, tapi selama punya guru, hidupnya akan baik baik saja. Guru saya, Al Mukarom Gus Ahmad Muhammad Mustain Nasoha Al-Hafidz selalu berkata, “Sambungan hati seorang murid ke Guru adalah kunci sukses seorang pencari ilmu.”
Karena tautan hati seorang murid kepada Guru, setiap pijakan langkah mengingat pesan nasihat sang guru, agar tumpuan dan tujuan hidup tidak salah arah dalam melangkah.
Semoga hati kita selalu tersambung dengan Guru kita dan yang belum mendapatkan Guru segera di beri jalan untuk mempunyai Guru.***
Penulis : Siti Aisyah - Partai Literasi
0 Comments