Judul : Ketika Non muslim Membaca Al Qur’an
Penulis : irwan Masduqi
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun : 2013
Tebal : 240 hlm
Islam sebagai agama memberikan bimbingan spiritual maupun non spiritual umat Islam secara umum. Tuntunan, arahan dan Outline aturan Islam sebagai agama cukup jelas terpotret dalam kitab suci Alquran dengan segala varian tafsir maupun interpretasinya. Bahkan sekarang, Islam sebagai agama mempunyai populasi penduduk yang sangat banyak dan menyeluruh di berbagai belahan dunia.
Riset terbaru dari laporan Mastercard dan Crescent Rating pada 2022 populasi umat Islam atau muslim sudah mencapai dua miliar orang dan tersebar di sekitar 200 negara. Ini menunjukkan bahwa orang muslim mempunyai tugas berat dalam membawa Islam yang damai, sejuk, anti kekerasan seperti digariskan Alquran, yaitu Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin.
Kehadiran Islam tidak bisa dilepaskan dari ajaran pokok yang tertuang dalam kitab suci, Alquran. Alquran sebagai sumber inspirasi ummat muslim hadir dengan nilai-nilai global (Baca: ayat mutaysabihat) yang rawan ditafsirkan dengan tafsir yang manipulatif berdasarkan misi maupun ideologi yang bersangkutan seperti ayat jihad dipahami sebagai aksi teror. Tentunya, ini menjadi tantangan kita sebagai umat muslim yang terus menebarkan kemaslahatan ummat manusia.
Konsekuensi dari populasi muslim yang massif, memberikan sikap reaktif beberapa ilmuan khususnya orientalis dengan beragam cara pandang maupun sikap terhadap Alquran sebagai kitab suci umat Islam. Di antaranya Richard Bonney, seorang orientalis yang memiliki minat mengkaji dunia timur dan dunia Islam.
Petrus venerabilis, orientalis pertama yang menerjemahkan Alquran ke dalam Bahasa Latin. Puncaknya, muncul penerus Petrus yaitu P. R. Monte, seorang pendeta Dominican sekaligus misionaris yang sangat keras memusuhi islam dalam karya yang berjudul Desputatio Contra Saracenos et Al Choranem. Dalam buku tersebut, Monte menggugat habis habisan Alquran karena ayat ayatnya dinilai kontrapoduktif dan memiliki kekaburan kronologis (hlm 17).
Jika dipetakan, kehadiran karya orientalis dalam studi islam era modern dapat dikategorikan pada empat model. Pertama, karya yang berusaha mencari pengaruh Yahudi-Kristen di dalam Alquran seperti buku berjudul Was Hat Mohammaed Aus Dem Judenthume Aufgenommen karya Abraham Gelger, Hartwig Hirschfeld dengan judul Judiche Elemente im Koran dan John Edward Wansbrough yang mengklaim bahwa Alquran adalah imitasi dari Tradisi Yahudi dan Perjanjian Lama (Old testament).
Kedua, ayat yang membuat rangkaian kronologis ayat ayat Alquran seperti Geschichte Des Qorans karya theodor Noldeke dan karya Regis Blaschere (1900-1973). Ketiga, karya yang mengkaji khazanah tafsir Alquran seperti Die Richtungen Der Islamischen Koranauslegung yang ditulis Goldziher dengan mencoba membuktikan bahwa Alquran sudah tidak orisinal.
Keempat, karya tentang penomoran ayat ayat dan indeks kalimat Alquran. Ini tentu saja tidak bisa dilepaskan dari eksistensi Flugel, orientalis Jerman, yang menerbitkan La Vulgate (Mushaf) dan Concordantiae Corani Arabicae yang dalam perjalanannya memberikan inspirasi bagi beberapa mayoritas orientalis ataupun kalangan muslim seperti Fuad al Baqi dalam menyusun Al Mu’jam Al Fahras Lil Qur’an Al Karim.
Kelima, karya tentang varian bacaan Alquran/Variae Lectiones. Salah satu tokohnya adalah Otto Pretzl yang secara intens asyik dalam kajian dua buku induk bacaan Alquran karya Abu Amr Ustman bin Sa’id. Tidak hanya itu, otto dibantu dengan hadirnya Arthur Jeffery dan Bergstraesser yang mencoba merekontruksi sejarah Alquran yang telah melewati babakan periodik cukup panjang (hlm. 29)
Persoalan esensi Alquran sebagai kitab rujukan muslim di belantika dunia, konsep jihad era modern juga memberikan dampak serius bagi keberlangsungan kemanusiaan secara universal. Betapa banyak fenomena mengatasnamakan Islam dengan istilah jihad dan syahid. konsep jihad yang tertuang dalam Alquran menjadi objek ilmiah mencari titik lemah Islam melalui Alquran. Term term agama yang acapkali disalah artikan dihadapkan dengan dunia reformasi, keberlangsungan revolusi industri, kemajuan sains dan kapitalisme di berbagai aksentuasi kehidupan tidak terbendung.
Sudah menjadi rahasia bahwa tafsir-tafsir politis terhadap beberapa penggalan ayat suci Alquran mempunyai misi khusus sesuai dengan ideologi yang dimilikinya seperti al Mawdudi, Hasan al Banna dan Sayyid Qutb. Jihad dalam pandangan Mawdudi bertujuan untuk mengeliminasi sistem dan aturan yang tidak islami kemudian membangun sistem islam sebagai penggantinya.
Tujuan Islam adalah revolusi universal walaupun pada mulanya bergantung pada suatu Partai Islam untuk memperjuangkan sebuah revolusi dalam sisten negara dari berbagai negara yang tujuan utamanya tidak lain kecuali revolusi dunia (hlm. 96).
Pada akhirnya, benar yang dikatakan Booney bahwa tidak ada terorisme Islam. Yang ada adalah terorisme yang dilakukan oleh islamis garis keras. Booney menawarkan berbagai solusi penanggulangan terorisme yaitu salah satunya dengan deradikalisasi konsep jihad dan kritik terhadap kebijakan Barat.
Bahkan, dalam penjelasannya, kebijakan orang barat yang tidak popular sangat berbahaya bagi perdamaian dunia. Oleh sebab itu, Barat disarankan mengubah arah kebijakannya agar lebih humanistic sehingga memungkinkan terjalinnya koeksistensi.
Dengan demikian, dibutuhkan sosok seperti Booney dalam menetralisir kekerasan intelektual yang terus dilakukan oknum orang Barat terhadap islam sebagai agama dan Alquran sebagai pedoman hidup umat Islam. Kita harus menjelaskan kepada dunia bahwa Alquran mengusung spirit toleransi, rekonsiliasi, koeksistensi, dialog empatik, saling membantu dan saling menghargai satu dengan lainnya. Semoga kita menjadi agamawan yang cerdas dalam memahami sebuah perbedaan.
Penulis : Eko David Syifaur Rohman | Partai Literasi
0 Comments