Cerpen Risen Dhawuh Abdullah: Ramalan

cerpen Ramalan

PARTAI LITERASI - Kebenaran ramalan Ali Sudiyono memang tidak hanya kali itu saja. Ali Sudiyono memang sudah terkenal sebagai ”tukang ramal”, dan hampir semua ramalannya tidak meleset.

 

Kematian Mat Sumbing memang sudah diramalkan sebelumnya oleh Ali Sudiyono. Lelaki berusia tiga puluh lima tahun itu meramalkan, jika kematian Mat Sumbing terjadi akibat terseret arus sungai yang deras di musim hujan, tetapi tidak dijelaskan mengapa Mat Sumbing sampai bisa terseret. Orang yang pertama kali mendengar ramalan Ali Sudiyono ialah Yu Giwang, seorang perempuan pemilik toko kelontong di kampungnya. Itu dikatakannya setelah Yu Giwang sedikit jengkel dan mengeluhkan Mat Sumbing yang berutang padanya dan tidak dibayar-bayar. Ali Sudiyono mengatakan hal itu, bukan karena ia ikut merasakan kejengkelan Yu Giwang. Ramalan itu tidak didorong hal tersebut.

 

Kebenaran ramalan Ali Sudiyono memang tidak hanya kali itu saja. Ali Sudiyono memang sudah terkenal sebagai ”tukang ramal”, dan hampir semua ramalannya tidak meleset. Jika ia meramalkan sesuatu yang buruk—apalagi akan terjadi di kampungnya—orang-orang akan siaga mempersiapkan antisipasinya meski akhirnya tidak berarti apa-apa. Ramalan Ali Sudiyono seperti tidak lebih dari sebuah takdir. Bila hal-hal baik, tentu tidak akan menimbulkan kegelisahan. Meski begitu, bukan berarti semua orang percaya. Tidak sedikit yang menganggap jika ramalan Ali Sudiyono hanya kebetulan belaka, apalagi mereka yang beragama kuat.

 

Dari banyaknya ramalan Ali Sudiyono, yang paling diingat oleh warga ialah ramalannya pada tahun lalu. Mungkin karena ramalannya terjadi di hari kemerdekaan, yang kemudian mengendap begitu lama di hati warga. Ali Sudiyono meramalkan kalau di hari kemerdekaan akan ada maling di kampungnya. Benar. Si maling memanfaatkan situasi, para warga yang sebagian besar hadir dalam acara tirakatan. Sebuah sepeda motor antik milik salah satu warga berharga ratusan juta raib. Ali Sudiyono mengucapkan ramalannya pada seorang tetangga yang tinggalnya dekat dengan pemilik sepeda motor antik yang hilang itu. Ada yang menyalahkan Ali Sudiyono; tidak memberi tahu semua warga, bila hal itu akan terjadi.

 

”Itu sudah takdir,” dalih Ali Sudiyono. ”Kehendak Tuhan tidak ada yang bisa menghalangi, sekalipun aku mengatakannya pada semua orang.”

 

”Setidaknya ada usaha, dan tidak semengecewakan ini.”

 

Ali Sudiyono memang tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Pemiliknya sendiri yang teledor, tidak mengunci setang sepeda motor dan gerbang rumah dalam keadaan terbuka. Ali Sudiyono terkadang takut juga menyampaikan apa yang ada di kepalanya—ia bahkan pernah mengambil kemungkinan terburuk; dikeroyok warga kampungnya bila yang ia sampaikan hal buruk—tapi ia lebih kerap tidak bisa memendamnya.

 

Sebelum meramal kematian Mat Sumbing, Ali Sudiyono meramal jika kandungan Maria, perempuan dua puluh tahun yang hamil setelah diperdaya pacarnya, akan mengalami keguguran. Pacar Maria tidak bertanggung jawab dan hilang ditelan bumi. Tidak ada seorang pun yang mengetahui keberadaan pacar Maria. Banyak warga yang mencemooh Maria; bagi mereka permasalahan ada, Maria sendirilah yang menciptakannya. Namun, ada yang menyambut dengan gembira ramalan Ali Sudiyono. Orang yang gembira tersebut tak lain orang yang kasihan dengan Maria. Keguguran janin Maria benar terjadi. Maria dikuasai dua perasaan, sedih dan senang.

 

”Aku sendiri tidak tahu, kenapa bisa begini. Aku bahkan tidak merasa memiliki kemampuan ini. Aku hanya menyampaikan apa yang tergambar dalam kepala. Jadi kukira agak aneh aku disebut peramal, sebab aku sudah melihat bayang-bayang di kepala,” ucap Ali Sudiyono kepada Markun, tukang roti keliling yang lewat kampungnya.

 

”Kau indigokah?” tanya Markun.

 

”Entah,” kata Ali Sudiyono. ”Yang jelas orang-orang tetap menyebutku tukang ramal.”

 

Ali Sudiyono juga tidak tahu, sejak kapan kemampuan itu bersemayam padanya. Orangtua Ali Sudiyono yang bergelar tukang ibadah karena rajin sekali ke masjid tidak terlalu peduli dengan kemampuan Ali Sudiyono dan omongan tetangga. Orangtua Ali Sudiyono berada di pihak orang yang menganggap apa yang diramal Ali Sudiyono hanya kebetulan belaka.

 

Untung pihak keluarga Mat Sumbing tidak berbuat macam-macam terhadap Ali Sudiyono. Keluarga Mat Sumbing banyak berterima kasih kepada Ali Sudiyono telah melayat, turut berbelasungkawa atas kepergian Mat Sumbing. Ya. Keluarga Mat Sumbing benar-benar tidak mengapa-apakan Ali Sudiyono. Misalnya Ali Sudiyono dituduh membunuh Mat Sumbing karena suatu hal, sebelum itu telah meramalkan kalau matinya Mat Sumbing terbawa arus sungai yang deras. Lalu keluarga Mat Sumbing yakin, jika ramalan itu hanya tameng atas perbuatannya. Sama sekali tidak. Keluarga Mat Sumbing benar-benar tidak melakukan apa pun terhadap Ali Sudiyono.

 

Entah ucapan apa lagi yang keluar dari mulut Ali Sudiyono, dan akan terjadi di kemudian hari. Beberapa orang setia menunggu, dan diam-diam mengagumi Ali Sudiyono. Mereka hanya ingin mendengar Ali Sudiyono meramal—bagi mereka, mendengar Ali Sudiyono meramal seperti mendapatkan suatu kepuasan.


Ada orang yang sampai ingin anaknya kecipratan kemampuan Ali Sudiyono, sampai-sampai si orangtua menyuruh anaknya untuk sering bergaul dengan Ali Sudiyono, dengan alibi tertentu. Membenarkan mainan yang rusak, menyuruh Ali Sudiyono untuk mengajari mengerjakan pekerjaan rumah, atau hal-hal lain yang bisa dijadikan alasan untuk bisa ketemu dengan Ali Sudiyono. Dengan sendirinya, bila sering ketemu akan tercipta keakraban. Dari situ, si orangtua yang menaruh harap pada anaknya agar menguasai kemampuan sebagaimana Ali Sudiyono, yakin kalau Ali Sudiyono bakalan menurunkan ilmunya. Ali Sudiyono bukan orang yang pelit. Setiap ada yang datang padanya, dan sedang membutuhkan pertolongan dalam bentuk apa pun jarang ia tolak, selama ia bisa mengerjakan.

 

Pernah dimuat di Kompas

Related Posts

Post a Comment

0 Comments