Penggunaan What If untuk Penulis Cerpen Pemula

what-if-dalam-cerpen


Imajinasi sama pentingnya baik bagi penulis maupun bagi ilmuwan. Imajinasi penulis cerita sudah melahirkan banyak sekali cerita pendek, novel, naskah drama, dan belakangan film. Untuk meningkatkan daya imajinasi penulis, AS. Laksana dalam kelas penulisan cerpen membagikan materi tentang penggunaan what if. 


Imajinasi ilmuwan melahirkan berbagai teori, satu yang paling kita kenal adalah teori relativitas, dan Einstein mengakui bahwa imajinasi lebih penting dari ilmu pengetahuan. Tentu saja yang dia maksudkan dengan imajinasi dalam kutipannya adalah imajinasi seorang ilmuwan. Dengan imajinasi yang baik, seorang ilmuwan akan menjadi ilmuwan yang lebih baik, lebih inovatif, dan mungkin dia akan menjadi ilmuwan besar.

 

Einstein pernah berkhayal bagaimana jadinya jika dia bisa bergerak melebihi kecepatan cahaya. Kesimpulan logisnya adalah dia akan bisa melihat kejadian yang sama lebih dari satu kali. Mula-mula dia akan melihat sebuah ledakan dari titik A, lalu dia melesat ke titik B dan melihat lagi ledakan yang sama dari titik B karena cahaya yang mengantarkan pemandangan itu datang belakangan, lalu dia bergerak lagi ke titik C dan akan melihat lagi ledakan yang sama dari titik C, dan seterusnya.

 

*

 

Bagaimana jika seorang lelaki bangun pagi setelah mimpi yang tidak menyenangkan dan mendapati dirinya berubah menjadi serangga besar? Kafka melahirkan Metamorfosis dengan pertanyaan “what if” seperti itu.

 

Bagaimana jika orang berada di bawah pengawasan sepanjang hidupnya dan tanpa privasi? Pertanyaan itu menghasilkan novel 1984 oleh George Orwell.

 

Bagaimana jika seorang pemuda lajang dan kaya raya, yang menginginkan seorang istri, bertemu dengan sebuah keluarga dengan lima anak gadis yang semuanya lajang? Jane Austen menulis Pride and Prejudice dengan “what if” ini,

 

Bagaimana jika seseorang memasuki mulut gua dan itu ternyata pintu ajaib yang membawanya ke planet Mars? Edgar Rice Burroughs, si pencipta Tarzan, menulis novel fiksi ilmiah A Princess of Mars (1912). Karakter utama novel adalah seorang veteran perang saudara Amerika Serikat yang pergi menambang emas dan bertemu dengan orang-orang Indian Apache. Ia lari dari pengejaran, bersembunyi di sebuah gua, dan gua itu mengantarkannya ke Planet Mars. Di sana ia terlibat lagi dalam perang saudara antara dua suku dan terlibat hubungan cinta dengan Putri Mars.

 

Itu generasi awal roman picisan dan Edgar Rice Burroughs punya formula yang jitu untuk membuat cerita-ceritanya disukai banyak orang. Ia sangat produktif, menulis hampir 80 novel sepanjang hidupnya.

 

Anda bisa mengkhayalkan apa saja dengan perangkat pertanyaan “what if”.

Bagaimana jika kanak-kanak memimpin sebuah negara?

Bagaimana jika seorang nelayan menemukan di dalam jaringnya botol berisi jin?

Bagaimana jika orang yang dia percaya ternyata mata-mata pihak musuh yang ingin menghancurkan dirinya?

Bagaimana jika … dan seterusnya.

 

*

 

Shirley MacLaine, aktris Hollywood, senang membuat pertanyaan what if dan pada 2014 ia menerbitkan buku 261 halaman, yang menjadi best-seller, berjudul What if: a lifetime of questions, speculations, reasonable guesses, and a few things I know for sure.

 

Bagaimana jika katak memiliki sayap? Bagaimana jika harapan adalah emosi yang paling berbahaya? Bagaimana jika kehidupan sehari-hari itu sendiri adalah ilusi? Bagaimana jika Jesus seorang astronot?

 

Beberapa pertanyaan ia biarkan begitu saja sebagai pertanyaan. Beberapa ia jawab secara ringkas, beberapa ia jawab panjang. Di bawah ini adalah satu pertanyaan yang ia jawab cukup panjang.

 

Bagaimana jika orang tua kita mengajari kita lebih dari yang mereka ketahui—dan mungkin lebih dari yang mereka inginkan?

 

Ayah saya seorang guru yang menyelesaikan masternya dalam psikologi dan filsafat di Universitas Johns Hopkins. Dia mendorong anak-anak muda agar berpikir, bukan sekadar lulus ujian. Dia pernah mengatakan bahwa orang tua adalah masalah dalam sistem pendidikan karena mereka tidak mendorong anak-anak mereka untuk berpikir dengan imajinasi. (Tetapi lebih dari satu kali saya mendengar dia menyatakan bahwa anak-anak harus mampu menahan diri sampai mereka berusia dua puluh satu!)

 

Dia sering membawa saya, adik saya (aktor Warren Beatty–penj), dan ibu kami ke dalam mobil dan mengantar kami ke toko temannya Mr. Palmer, di lantai bawah apartemen tempat keluarga Palmer tinggal. Ayah akan parkir, keluar dari mobil, dan naik ke tempat tinggal Mr. Palmer di lantai atas untuk menyapa. Kami ditinggalkannya di dalam mobil, rasanya berjam-jam, tetapi sebetulnya mungkin hanya beberapa menit. Terkadang kami bermain game satu sama lain, tetapi lebih banyak hanya memperhatikan orang-orang lalu lalang—setidaknya saya melakukannya. Merenung dan mengamati orang menjadi hiburan bagi saya. Saya tidak pernah bosan mengamati perilaku orang dan cara mereka “berakting”. Menurut saya mereka "berakting" dalam kehidupan nyata mereka. Saya pikir itu sebabnya saya jatuh cinta pada akting sebagai profesi kreatif….

*

Penulis fiksi hampir seperti ilmuwan dalam caranya mendayagunakan pikiran: Mereka sama-sama memelihara rasa ingin tahu.

 

Bagi ilmuwan, rasa ingin tahu mendorong mereka berpikir lebih jauh, membuat hipotesa, mengumpulkan informasi, melakukan penelitian, melakukan pengujian terhadap hipotesa, membangun argumen, dan menawarkan kesimpulan–mungkin teori–untuk menjawab rasa ingin tahu mereka.

 

Bagi penulis fiksi, rasa ingin tahu mendorong mereka untuk menggali berbagai kemungkinan, menciptakan karakter, membangun plot, dan menawarkan jawaban berupa dunia alternatif atau kehidupan fiksional dalam karya mereka. Penulis fiksi menawarkan kehidupan yang jauh lebih menarik ketimbang kehidupan sehari-hari, dan karena itu fiksi mereka dibaca orang.

*

penggunaan-what-if


Hal menarik dengan what if adalah anda bisa membuat outline cerita dengan pertanyaan ini.

 

Respons alami pikiran ketika menghadapi pertanyaan adalah membuat jawaban. Dan anda bisa menuliskan jawaban sebanyak-banyaknya untuk tiap-tiap pertanyaan “what if” yang anda buat.

 

Untuk membuat outline, anda menjawab pertanyaan dengan menuliskan peristiwa-peristiwa atau adegan-adegan. Dengan cara itu anda akan menemukan sejumlah adegan yang mungkin lucu, dramatis, aneh, atau emosional.

 

Dalam fase ini, anda hanya perlu menuliskan jawaban secepat-cepatnya, sebanyak-banyaknya, dan jangan menyortir apa pun yang terlintas di dalam benak anda. Tuliskan saja apa yang terlintas. Ini hanya tahap brainstorming; anda melakukannya untuk menemukan sebanyak mungkin gagasan bagi pengembangan cerita.

 

Mungkin ada banyak jawaban yang tidak bagus; tidak ada masalah dengan itu. Yang terpenting dari latihan “what if” ini adalah anda menjadi lebih tangkas menemukan berbagai kemungkinan. Anda bisa mengoperasikan mesin berpikir di dalam kepala anda untuk bekerja lebih cepat. Pertanyaan “what if” akan menjadi alat untuk membuat mesin berpikir itu bekerja.

 

Semakin sering anda menggunakannya, akan semakin terlatih ia, dan semakin cepat ia bekerja.

 

Menuangkan secepat-cepatnya apa saja yang terlintas akan melatih ketangkasan pikiran kita berimajinasi. Anda juga bisa mengembangkan kemungkinan dengan membuat berbagai pertanyaan lanjutan.

 

Saya menggunakan cara ini untuk menulis cerpen Peristiwa Kedua, Seperti Komedi Putar. Mungkin cerpen itu bisa dicari di internet. Mula-mula saya menulis what if: Bagaimana jika pembantu rumah tangga itu ternyata arwah seorang perempuan yang mati bertahun-tahun lalu?

 

Pengalaman bekerja sebagai wartawan membuat saya terlatih untuk mengembangkan pertanyaan lanjutan dengan berpegang pada formula 5W1H. Maka, saya melanjutkan what if itu dengan pertanyaan-pertanyaan kurang lebih sebagai berikut:

 

Kapan dia datang ke rumah itu dan melamar sebagai pembantu?

Mengapa dia menjadi pembantu?

Siapa dia sebelum mati?

Kapan dia mati?

Kenapa dia memilih menjadi pembantu di rumah itu?

Siapa pemilik rumah itu?

Apa tujuannya menjadi pembantu?

Bagaimana hubungannya dengan pemilik rumah?

Apa saja isyarat implisit yang menunjukkan bahwa dia hantu?

Seperti apa penampilannya?

 

 

Jika anda berniat melanjutkan pertanyaan “what if” dengan pertanyaan-pertanyaan berikutnya sebagaimana yang saya lakukan, gunakan formula 5W1H yang biasa digunakan oleh wartawan untuk mewawancarai narasumber. Formula jurnalistik ini akan menjadi alat bantu yang tepat untuk memastikan kecukupan informasi bagi cerita yang anda ingin kembangkan.

 

Latihan terbaik untuk melihat bagaimana formula 5W1H bekerja dalam penulisan fiksi adalah dengan membuat pengujian terbalik. Maksud saya, setiap kali anda selesai membaca cerita, anda membuat pertanyaan-pertanyaan jurnalistik yang jawabannya termaktub di dalam cerita tersebut.

 

*

 

Joko, membiasakan diri dengan satu pertanyaan “what if” setiap hari adalah upaya kita untuk selalu merawat rasa ingin tahu. Kita pernah memilikinya semasa kanak-kanak. Setiap anak secara alami memiliki rasa ingin tahu yang besar. Mereka bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang terdengar naif seperti yang diajukan Shirley MacLaine: Bagaimana jika kodok punya sayap?

 

Namun pelan-pelan rasa ingin tahu itu menyusut dan selanjutnya hilang sama sekali. Ketika anak-anak mulai tumbuh dan menyadari bahwa rasa ingin tahu bisa mendatangkan bahaya, mereka berhenti ingin tahu. Mereka takut dianggap cerewet, mereka takut dibentak jika banyak bertanya, mereka takut ditertawakan karena mengajukan pertanyaan bodoh, dan sebagainya.

 

Sekarang kita harus mengasah lagi rasa ingin tahu kita. Kita harus mengembalikan lagi kebiasaan baik yang dulu pernah kita punya.

 

*

 

Oke, latihan tambahan untuk materi ini adalah membuat daftar pertanyaan dengan formula 5W1H atas cerpen yang baru saja anda baca. Jadi, siapkan cerpen untuk anda baca nanti malam, dan kemudian buatlah 15 pertanyaan jurnalistik yang jawabannya anda temukan di dalam cerpen itu.

 

Mudah sekali membuat 15 pertanyaan. Formula 5W1H anda kalikan tiga; maka, akan ada 3 pertanyaan dengan “apa”, 3 pertanyaan “siapa”, 3 pertanyaan “mengapa”, 3 pertanyaan “kapan”, 3 pertanyaan “di/ke mana”, dan 3 pertanyaan “bagaimana”.

 

Anda mendapatkan delapan belas pertanyaan. Tinggal anda kurangi tiga untuk menjadikannya hanya lima belas.

 

Jika ada pertanyaan anda yang tidak terjawab oleh cerita itu, mungkin cerita itu mengandung kekurangan informasi, atau mungkin anda bisa menulis cerita baru berdasarkan cerpen tersebut.

Related Posts

Post a Comment

0 Comments