Pendidikan Karakter Sebagai Jati Diri Santri

Jati Diri Santri


PARTAI LITERASI - Pesantren sebagai lembaga pendidikan indigenous memberikan bentuk unik berupa pola pendidikan khusus yang menitikberatkan pada penanaman moral serta kemandirian hidup. Pesantren banyak mengajarkan arti penting kehidupan yaitu kemandirian adalah segala-galanya. 

Eksistensi pesantren membuat daya tarik sendiri kepada segenap masyarakat untuk mempercayakan putra-putrinya untuk dibimbing, diarahkan, dan digembleng secara maksimal supaya menjadi pribadi lebih baik. Tidak mengherankan jika menjadi seorang santri merupakan pilihan yang tidak bisa dipisahkan, mengingat infiltrasi budaya asing serta kencangnya arus teknologi semakin merajalela bahkan sudah masuk dalam sektor yang paling penting dalam pendidikan secara universal.

Dalam perjalanan sejarahnya, pesantren selalu terlibat aktif dalam segala dimensi kehidupan khususnya ketika menyikapi persoalan sosial keagamaan. Sikap yang dilakukan oleh pesantren dimulai, dibuktikan dan dijalankan sejak kali pertama masa pra kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan bangsa Indonesia. Dengan hadirnya pesantren saat ini, tugas dan fungsinya tidak hanya merebut, mengusir, dan mengisi kemerdekaan dengan pikiran maupun arah baru gerakan pendidikan, melainkan juga kontributif secara aktif kolegial dalam mengembangkan pendidikan karakter secara maksimal.

Sudah menjadi rahasia umum, pesantren terkenal dengan pendidikan karakter yang maksimal serta kemandirian santri dalam melihat replika kehidupan. Kehidupan pesantren , dalam bahasa khas santri, adalah representasi dari secuil kehidupan yang saling berkelindan satu dengan lainnya. Oleh karena itu, di manapun dan kapanpun dengan segala inovasi dan integrasi sistem yang diimplementasikan pesantren, pesantren tetap fokus dalam membina karakter santri sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Oleh karenanya, pesantren dan pendidikan karakter bagaikan hubungan kaka adik yang saling terpaut satu dengan lainnya. Pendidikan karakter menjadi starting point dalam mengkontruksi moralitas santri. Seperti yang sudah jamak dipahami bersama bahwa pendidikan karakter menjadi poin krusial adalah pendidikan karakter harga mati di dalam internal pendidikan pesantren sampai saat ini. 

Sedemikian pentingnya pendidikan karakter, tidak heran jika Lickona dalam buku Applying Critical Thinking Skill to Character Education menginformasikan bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah upaya yang disengaja secara sistematis untuk mengembangkan kebajikan yang berdampak positif baik bagi individu maupun lingkungan sosial, dan prosesnya tidak instan, melainkan melalui usaha yang terus menerus (pembiasaan).


Baca Juga : Hubungan Guru dan Murid


Dari sini kita bisa memahami bahwa pendidikan karakter pada internal pesantren bertujuan untuk membentuk kepribadian peserta didik serta berfokus pada tujuan-tujuan etika yang meliputi bertegur sapa dengan sejawat, bergotong royong satu dengan lainnya, saling membantu dalam kesusahan, dan memberikan semangat dalam menebar kemaslahatan serta kebaikan. Namun dalam prakteknya meliputi penguatan kemampuan peserta didik yang mencakup perkembangan sosialnya satu dengan lainnya.

Oleh sebab itu, Hamruni dalam jurnal pendidikan agama islam berjudul Eksistensi Pesantren Dan Kontribusi Dalam Pendidikan Karakter mengurai terdapat faktor penting yang menjadi alasan mendasar mengapa institusi pendidikan sejenis pesantren bersungguh-sungguh dalam mengembangkan potensi karakter yang dimiliki. 

(1) Banyaknya keluarga yang basisnya menganut sistem tradisional maupun non-tradisional yang tidak melaksanakan pendidikan karakter. (2) Eksistensi sekolah tidak hanya bertujuan membentuk anak yang cerdas melainkan juga anak yang baik serta berbudi luhur. (3) Kecerdasan seseorang hanya bermakna manakala dilandasi dengan kebaikan. (4) Tugas membentuk anak agar berakhlak tangguh bukan sekedar tambahan pekerjaan bagi guru melainkan tanggungjawab yang melekat pada peran seorang guru.

Selanjutnya, Hamruni mengklasifikasikan sembilan pilar karakter yang layak diajarkan kepada peserta didik/santri pesantren yang meliputi, (1) cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya. (2) kemandirian serta tanggungjawab. (3) kejujuran, kebijaksanaan, dan amanah. (4) hormat dan santun. (5) dermawan, suka menolong, dan gotong royong. (6) percaya diri, kreatif, dan pekerja keras. (7) kepemimpinan dan keadlinan. (8) baik dan rendah hati.(9) toleransi, kedamaian dan kesatuan.

Pada akhirnya, pesantren dan pendidikan karakter merupakan kombinasi integratif yang baik dalam membina moral santri untuk mewujudkan tatanan pendidikan islam yang humanis, egaliter dan mampu koeksistensi dengan pendidikan formal lainnya. Tidak cukup sampai di situ, pesantren, meminjam bahasa sosiolog agama kenamaan, Thomas O De’a, bahwa lembaga-lembaga keagamaan seperti pesantren berperan ganda disamping mengembangkan pendidikan. Yaitu perannya sebagai Directive System, agama ditempatkan sebagai referensi utama dalam proses perubahan sekaligus Defensive System, agama menjadi semacam kekuatan kehidupan yang semakin kompleks di tengah derasnya arus peubahan.***


Penulis :  Eko David Syifaur Rohman

Related Posts

Post a Comment

0 Comments