Cerpen merupakan karya fiksi dimana pengarangnya harus kreaktif menciptakan imajinasi tokoh beserta karakternya. Kali ini akan dibahas mengenai cara menghidupkan karakter tokoh di dalam cerpen.
Namun sebelum lanjut pada pembahasan berikutnya, apakah anda masih melakukan tindakan-tindakan kecil yang kita bicarakan di materi pertama? Apakah anda masih mengikuti saran Ray Bradbury untuk membaca satu cerpen, satu puisi, dan satu esai?
Saya berharap anda melakukannya. Kemampuan menulis bagus–fiksi dan nonfiksi–adalah kumpulan dari sejumlah kecakapan. Saya tahu lebih menyenangkan belajar menulis dengan langsung saja menulis cerita. Sama halnya dengan belajar badminton atau bola basket dengan cara langsung bermain badminton atau basket.
Berlatih memukul backhand saja atau smes saja tentu tidak menyenangkan. Berlatih melontarkan bola saja ke keranjang atau mengoper bola saja setiap hari juga memerlukan daya tahan yang luar biasa untuk menjalaninya.
Tetapi, kita menguasai segala jenis kecakapan melalui latihan, mengerjakan tindakan yang sama berulang-ulang, dalam cara yang benar, sampai semua itu menjadi intuitif. Sampai kita bisa melakukan kecakapan-kecakapan itu secara otomatis dan tahu takarannya.
Jika anda hanya menulis setiap hari, dan menghasilkan tulisan buruk setiap hari, anda akan menjadi mahir juga, yaitu mahir menghasilkan tulisan buruk. Itu sebabnya menulis setiap hari tidak menjamin bahwa anda akan menulis bagus.
Michael Jordan memiliki pernyataan yang tepat tentang hal ini:
“Anda boleh berlatih shooting delapan jam sehari, tetapi jika teknik anda salah, anda hanya akan menjadi mahir dalam melakukan shooting secara salah. Kuasai dulu dasar-dasarnya dan level anda akan meningkat.”
Jadi…
Setelah menyeduh kopi/teh, saya akan menulis satu “what if”.
Setelah menyisir, saya akan memikirkan dan menuliskan satu keunikan karakter cerita saya (fisik maupun non fisik).
Setelah menyiram tanaman, saya akan menuliskan satu metafora atau perumpamaan
Setelah duduk di kloset, saya akan memikirkan konflik dalam cerita
Setelah menyalakan laptop, saya akan menuliskan satu kalimat pembuka.
Setelah mematikan komputer, saya akan menuliskan satu kalimat penutup.
Setelah naik ke tempat tidur, saya akan membaca satu paragraf buku cerita.
Setelah mencuci piring makan malam, saya akan memikirkan situasi terberat karakter saya.
Setelah memberi makan kucing, saya akan menuliskan satu kalimat dengan detail.
Setelah minum air putih, saya akan memejamkan mata menarik napas panjang tiga kali.
Anda bisa menyesuaikan latihan-latihan itu dengan kebiasaan rutin anda yang paling tepat. Latihan-latihan kecil itu tidak akan menyita banyak waktu, paling masing-masing hanya memerlukan 1-2 menit. Itu mudah dan tidak akan mengganggu kebiasaan anda sehari-hari. Atau jika anda punya jadwal menulis setiap hari, latihan-latihan itu tidak akan mengganggu jadwal anda.
Bahkan jika anda hanya mengerjakan satu latihan saja setiap hari, misalnya menulis satu kalimat pembuka, anda akan menjadi mahir dalam membuat kalimat pembuka yang menarik. Itu kecakapan penting, sebab kalimat pembuka sangat penting–kita sudah membicarakan itu.
Anda akan menghasilkan tulisan bagus jika memiliki kebiasaan menulis bagus. Karena itulah saya ingin anda memiliki kebiasaan itu–kebiasaan seorang penulis bagus.
*
Materi kali ini akan meneruskan sedikit tentang karakter. Kita akan membahas bagaimana menghidupkan karakter.
Karakter-karakter cerita menjadi hidup, terasa seolah-olah mereka benar-benar ada, karena penulis mampu menghidupkannya, karena ia memiliki kecakapan untuk menciptakan dan menghidupkan karakter. Itu kecakapan penting. Dengan kecakapan menghidupkan karakter, anda akan mampu membuat cerita anda lebih menarik dan bisa dipercaya.
Berkenaan dengan itu, nasihat utama, dan yang sering kita dengar, dalam urusan penulisan fiksi adalah show, don’t tell.
Itu berarti, untuk menghasilkan cerita yang bagus, untuk menciptakan karakter yang hidup, kita harus selalu berurusan dengan detail. Sebab dengan detail itulah kita melakukan “show”, memperlihatkan kepada pembaca ciri-ciri karakter kita dan bagaimana dia hidup, melakukan tindakan-tindakan, dan memiliki emosi.
*
Mari kita mulai dengan kalimat ini:
Malam itu, di teras rumah ia menangis.
Itu cara orang menceritakan (tell) tentang sesuatu kepada pembaca. Ia tidak menggambarkan sesuatu tentang menangis, tetapi hanya menyampaikan bahwa ia menangis. Tidak ada sesuatu yang membedakan antara tangisan di teras itu dan tangisan-tangisan lainnya. Kita tidak mendapatkan gambaran spesifik tentang tangisan tersebut.
Untuk menjadikan tangisan itu spesifik, kita harus memikirkan detail. Dengan detail itu kita bisa menuliskannya secara berbeda dan menyajikan tangisan yang berbeda:
Di teras rumah malam itu, air matanya mengalir pelan-pelan di pipi, dan cahaya bulan membuat air mata itu berkilauan.
Disampaikan melalui point of view karakter:
Malam itu, di teras rumah aku melihat air mata ibu mengalir pelan-pelan di pipi, dan cahanya bulan membuat air mata itu berkilauan. (PoV orang pertama)
Malam itu, di teras rumah dia melihat air mata ibunya mengalir pelan-pelan di pipi, dan cahaya bulan membuat air mata itu berkilauan. (PoV orang ketiga)
Detail, jika tepat, akan memberi anda gambar yang lebih menarik. Dalam contoh di atas, kita mendapatkan gambar puitis tentang orang yang menangis di teras rumahnya. Anda bisa melihat air mata yang berkilauan ditimpa cahaya bulan. Dan gambar yang puitis memiliki kekuatan untuk melekat lebih lama dalam ingatan pembaca.
Aspek puitis dalam penyampaian di atas dijangkau dengan menawarkan gambar di benak pembaca, bukan dengan mengupayakan rima (tindakan yang paling sering dilakukan oleh penulis-penulis kita yang ingin karangannya puitis).
*
Menggali detail dengan pertanyaan
Kita bisa menggali detail dengan mengajukan pertanyaan. Lagi-lagi saya membuat anda berurusan dengan pertanyaan, sebab saya menyukai pertanyaan.
Ibu selalu menyembunyikan kabar buruk dari kami.
Pada kalimat di atas, kita bisa mengajukan pertanyaan, “Seperti apa contohnya?” atau “Bagaimana cara ia menyembunyikan kabar buruk?” atau “Apa satu kejadian yang memperlihatkan ibu menyembunyikan kabar buruk?” atau “Bagaimana kamu bisa tahu hal itu?”
Dengan mengajukan salah satu dari pertanyaan-pertanyaan seperti itu kita akan mendorong diri untuk menemukan peristiwa atau kejadian atau tindakan yang memperlihatkan bagaimana si ibu menyembunyikan kabar buruk.
Ibu mungkin tidak menduga aku masuk kamar. Ia buru-buru melengos dan aku melihat tangannya mengusap mata dengan gerak gugup. Mungkin ada air mata di sana dan ia tidak mau aku memergoki matanya berair. Tapi kupikir ibu tidak perlu menyembunyikan air matanya. Aku sudah sering melihat matanya berair.
“Sudah ada kabar dari ayah?” tanyaku.
“Mungkin besok. Sekarang kamu tidur.”
*
Menggambarkan hubungan antarkarakter
Detail dalam hubungan antarkarakter juga merupakan salah satu cara untuk menghidupkan karakter-karakter itu. Dalam sebuah cerita, kita tentu saja hanya akan berfokus pada hubungan-hubungan emosional yang kuat–entah hubungan baik entah buruk–antarkarakter itu.
Perempuan penghuni pondok itu dipanggil oleh orang-orang di sekitarnya Bibi Joanna. Apa nama keluarganya, tak ada orang yang ingat, dan dia sendiri pun tak peduli akan hal itu. Dia tidak punya keluarga sama sekali, kecuali seorang wanita muda yang masih terhitung cucu, yang menikah dengan seorang pembuat roda di dekat gereja. Tapi Joanna dan cucu jauhnya itu tidak bicara. Gadis itu menyakiti perasaannya dengan pergi ke pesta dansa di St. Ives. Di pesta dansa itulah dia bertemu dengan pembuat roda, dan pertemuan ini, ditambah dengan perlakuan yang diterima gadis itu dari neneknya karena pergi ke sana, yang kemudian membawanya ke pernikahan. Bibi Joanna ketat dalam beragama, dan memusuhi semua hiburan duniawi seperti tari-tarian dan pertunjukan drama. Yang terakhir itu tidak pernah ada di distrik Cornish barat; tidak ada satu kelompok sandiwara pun yang berminat mementaskan pertunjukan di distrik barat yang liar itu. Tetapi menari, meskipun dicela, masih disukai oleh mereka yang berjiwa bebas. Rose Penaluna tinggal bersama Bibi Joanna setelah ibunya meninggal. Dia gadis yang bersemangat, dan ketika dia mendengar tentang pesta dansa di St. Ives, dan diminta datang ke sana, dia menyelinap keluar dari pondok pada malam hari, meskipun dilarang oleh Bibi Joanna, dan bergegas menuju St. Ives. (Cerpen Aunt Joanna, Sabine Baring Gould)
Melalui detail yang disampaikan dalam paragraf di atas, kita tahu bahwa bagi Bibi Joanna, tidak ada hal yang lebih penting selain agama. Ia bahkan tidak peduli terhadap apa pun yang berurusan dengan keluarga: nama keluarga dan satu-satunya keluarga yang ia punyai.
Dan kita akan selalu bisa menghidupkan karakter melalui hubungannya dengan karakter lain, sebab cerita hampir selalu menyampaikan hubungan antarkarakter–hubungan satu orang dengan orang-orang lainnya.
*
Baca Juga: Penggunaan What If untuk Penulis Cerpen Pemula
Membubuhkan satu detail yang membedakan
Tidak semua detail layak ditulis. Dalam soal karakter, kita hanya perlu membubuhkan detail yang kuat, yang unik, yang membedakannya dari orang-orang lain. Untuk karakter-karakter kecil, seringkali kita hanya membutuhkan satu larik keterangan untuk membuat sebuah karakter kecil diingat orang.
Dia wanita berambut putih, berusia lima puluh, dan berpenampilan bagai ratu. Orang-orang memanggilnya 'Nyonya Pelagie,' meskipun dia belum menikah, seperti adik perempuannya Pauline, seorang bocah di mata Nyonya Pelagie; bocah berusia tiga puluh lima tahun. (Cerpen Ma’ame Pelagie, Kate Chopin)
Dalam contoh di atas, satu detail yang membedakan Pauline dari orang-orang lain adalah dia bocah berusia tiga puluh lima tahun. Tepatnya, itu Pauline dalam pandangan Nyonya Pelagie.
*
Cara lain untuk menghidupkan karakter adalah melalui dialog. Kita akan membahas dialog dalam materi tersendiri.
Untuk sekarang, selain anda melanjutkan latihan rutin untuk membangun kebiasaan, silakan anda mulai memikirkan cerpen apa yang akan anda tulis. Anda bisa memulainya dari what if, lalu melanjutkan what if tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan untuk menemukan plot.
Bagaimana jika dia mendobrak jendela kamar saya?
Bagaimana jika aku bertemu dengan dia?
Bagaimana jika dia menuduhku plagiat?
Bagaimana jika perempuan itu meninggalkannya?
Bagaimana jika lelaki itu meninggalkannya?
Bagaimana jika dia tahu siapa aku sesungguhnya?
Bagaimana jika dia merasa terhina?
Bagaimana jika mereka tidak lagi saling mencintai?
Bagaimana jika mereka bertemu di sebuah rumah makan?
Bagaimana jika dia menyembunyikan sesuatu?
Anda bisa membuat what if sendiri. Jika anda menuliskan what if setiap hari, anda bisa saja mengembangkan cerita dari salah satu what if tersebut.
0 Comments