Bagaimana cara memikat pembaca dan membuat mereka membaca cerita kita sampai rampung? Itulah pertanyaan mendasar seorang penulis cerpen yang mahir. AS Laksana membagikan materi tentang cara menulis kalimat pembuka yang baik dalam cerpen. Tentu tujuannya agar pembaca cerpen betah berlama-lama membaca tulisan kita.
Cerita kita harus mampu merebut perhatian pembaca dan mampu membuat mereka fokus pada apa yang mereka baca. Artinya, ia harus punya sesuatu yang mampu membuat pembaca menyingkirkan hal-hal lain yang mengganggu pikiran.
Jika di benak pembaca hanya ada tokoh utama cerita anda dan apa yang nanti akan terjadi padanya dan seperti apa dia nanti berakhir, ia pasti membaca cerita itu sampai selesai.
Jika, sebaliknya, cerita itu tidak mampu merebut seluruh perhatian pembaca, dan mungkin justru sering memberikan gangguan--kalimatnya kacau, penokohannya datar, adegan tidak menarik, cerita tidak jelas akan bergerak ke mana--kita akan segera tahu nasib cerita itu. Ia ditinggalkan pembacanya.
Kapan pembaca akan membuat keputusan, entah itu melanjutkan membaca atau menghentikannya?
Secepatnya.
Kita tidak perlu berprasangka baik bahwa mereka orang-orang yang sabar dan mau meluangkan waktu untuk membaca cerita kita sampai rampung dan berharap pada bagian tertentu di tengah-tengah cerita kita ada sesuatu yang sangat menarik. Mereka bukan orang seperti itu. Setidaknya, kita perlu meyakini bahwa mereka bukan orang seperti itu.
Mereka ingin berhenti membaca secepat mungkin. Urusan mereka bermacam-macam. Sejumlah hal berdesakan di dalam pikiran dan segala macam ingatan bisa bermunculan begitu saja di dalam benak dan kita semua mengalami itu sebagai gejala alami.
Kita duduk selama satu menit di kursi teras, maka pikiran kita akan sibuk dengan sendirinya, berbagai informasi melintas-lintas dan sebagian adalah hasil kerja bawah sadar. Jika tidak ada satu hal yang secara kuat merebut perhatian seseorang, pikiran akan mengembara ke mana-mana.
Karena itu cerita kita harus memikat sejak paragraf pertama, bahkan sejak kalimat pertama. Kita hanya punya kesempatan satu menit, atau mungkin kurang dari itu, untuk memikat pembaca. Kesempatan kita ada pada paragraf pertama. Dan paragraf pertama tergantung pada kalimat pertama kita.
Baca Juga : Penggunaan What If untuk Penulis Cerpen Pemula
Bagaimana paragraf pertama cerita kita bisa memaksa pembaca melanjutkan membaca?
Pembaca akan melanjutkan membaca jika paragraf pertama kita mampu membuat mereka ingin tahu apa lagi selanjutnya.
Apa jadinya jika paragraf pertama kita tidak mampu menarik perhatian pembaca?
Itu jelas, mereka tidak akan melanjutkan membaca jika paragraf pertama cerita kita tidak menarik. Anda sendiri akan melakukan hal yang sama jika membaca cerpen dan menemukan keburukan pada paragraf pertama. Apakah anda yakin paragraf selanjutnya akan menarik? Saya tidak. Jika paragraf pertama buruk, penulisnya berarti tidak memahami hal penting dalam penulisan cerita. Dengan paragraf pertama buruk, saya tidak yakin cerita keseluruhan akan bagus.
Ketika sebuah cerita dibuka dengan cara buruk, dengan paragraf yang tidak memikat perhatian, bagian-bagian kelanjutannya hampir pasti buruk. Saya jarang, atau mungkin tidak pernah, menjumpai cerita yang bagus dibuka dengan cara buruk.
Seperti apa kalimat pembuka yang bagus?
Saya jawab pertanyaan di atas dengan menunjukkan saja beberapa contoh kalimat atau paragraf pertama dari para penulis bagus.
Pada ulang tahunku kesembilan puluh, aku ingin memberi kado untuk diriku sendiri persetubuhan gila dengan gadis belia. Aku ingat Rosa Cabarcas, pemilik rumah bordil terselubung yang akan selalu menghubungi pelanggan-pelanggan setianya setiap kali ada pendatang baru. Aku tak pernah takluk terhadap tawarannya atau terhadap semua bujukan cabulnya, tetapi ia tidak pernah mempercayai kemurnian prinsipku. Moralitas juga cuma soal waktu, ia akan berkata begitu dengan senyum jahat di bibirnya, kita lihat saja. Ia sedikit lebih muda dariku, dan sudah bertahun-tahun aku tak mendengar kabarnya sehingga kupikir ia sudah mati. Tetapi setelah dering pertama itu aku segera mengenali suaranya di ujung sana, dan dengan tanpa basa-basi kukatakan kepadanya:
“Hari ini saatnya.”
Ia mendesah: Ah, sarjanaku yang malang, kau menghilang dua puluh tahun dan muncul lagi hanya untuk mengajukan permohonan musykil. Dia cepat menguasai dirinya dan menawariku setengah lusin pilihan menggiurkan, tetapi mereka semua, maaf saja, sudah dipakai orang. Aku menjawab tidak, dan bertahan bahwa gadis itu harus perawan dan tersedia malam ini juga. Dia bertanya sengit: Apa yang hendak kaubuktikan?
Itu petilan dari novela Memories of My Melancholy Whores, karya terakhir Gabriel Garcia Marquez, terbit 2004. Ia bukan karya terbaik Marquez, dan mungkin jauh merosot dibandingkan karya puncaknya, tetapi Marquez adalah pendongeng yang menakjubkan. Karyanya yang merosot pun tetap bagus.
Pada ulang tahunku kesembilan puluh, aku ingin memberi kado untuk diriku sendiri persetubuhan gila dengan gadis belia. Kalimat pembuka semacam ini, dan kepiawaian Marquez mendongeng, jelas menjanjikan hal-hal memukau di sepanjang cerita berlangsung. Tokoh utama cerita sudah pasti istimewa. Lelaki tua, memiliki keinginan luar biasa di hari ulang tahunnya yang ke-90, persetubuhan dengan gadis belia, pemilik rumah bordil yang pandai membujuk. Apa yang akan terjadi selanjutnya dengan lelaki itu? Berhasil atau gagal dia mewujudkan keinginannya? Apa yang akan terjadi jika ia benar-benar menemukan gadis belia seperti yang diinginkannya?
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu akan membuat orang akan terus membaca cerita sampai rampung, sampai ia menemukan jawaban yang memuaskan bagi rasa ingin tahunya.
Berikut beberapa paragraf dan kalimat pertama yang bisa kita pelajari:
Ketahuilah, sayangku, bahwa ibumu yatim piatu, dan anak tunggal; dan aku yakin kamu sudah tahu bahwa kakekmu seorang pendeta di Westmoreland, kampung halamanku. Aku masih murid sekolah di desa itu ketika suatu hari nenekmu datang menemui ibu pengurus sekolah dan menanyakan apakah ada lulusan yang sudah bisa diambil sebagai perawat bayi; dan aku merasa bangga ketika pengurus sekolah meneleponku, dan menasihatiku agar menjadi gadis yang baik, gadis yang jujur, dan anak dari orang tua terhormat, sekalipun miskin. Kupikir tidak ada yang lebih menyenangkan bagiku selain melayani wanita muda yang cantik, yang tersipu seperti caraku tersipu, saat dia bicara tentang bayi yang akan lahir dan apa yang harus kukerjakan. Namun, kulihat kamu tidak begitu peduli dengan ceritaku ini, jadi akan kuceritakan nanti saja suatu saat. Aku mulai bekerja dan menetap di rumah pendeta sebelum Nona Rosamund (bayi itu, yang sekarang menjadi ibumu) lahir. (Old Nurse’s Story, Elizabeth Gaskell)
*
Sekiranya kau bertemu dengan seseorang dari klub itu, 'Dua Belas Nelayan Sejati,' yang memasuki Hotel Vernon untuk acara makan malam tahunan klub tersebut, kau tentu akan melihat, saat ia melepas mantelnya, bahwa mantel itu berwarna hijau dan bukan hitam. (The Queer Feet, Gilbert Keith Chesterton)
*
Ayahku mungkin masih bepergian menjelajahi Inggris dengan karavan, merangsek ke tempat-tempat yang menawarkan harapan–pekerjaan, uang, persinggahan–tetapi aku sudah lama tidak mendengar kabar darinya. Kami berenam ketika memulai perjalanan, lalu empat setelah ibu meninggal. Abangku pingsan. Pada akhirnya tinggal aku dan ayah. (The Wind Calling, Deirdre Shanahan)
*
Kadang-kadang di kamar mandi aku membenamkan kepalaku di bawah air dan bekas luka di leherku terbuka lebar seperti mulut. (The Sea in Me, Krishan Coupland)
*
Shankarao, lelaki enam puluh tahun, melakukan sejumlah kesalahan pada Rabu yang sial itu. Yang pertama, ia tidak mendengarkan istrinya. (Freedom, Margaret Bhatty)
*
Tidak ada harapan baginya kali ini: ini stroke yang ketiga. (The Sisters, James Joyce)
*
Dua pria yang berada di toilet pada saat itu mencoba mengangkatnya: tetapi dia sudah betul-betul tak berdaya. (Grace, James Joyce)
*
Dia sedang duduk di beranda menunggu suaminya datang untuk makan siang. (The Force of Circumstance, William Somerset Maugham)
*
Karena bekas luka itulah aku mulai memperhatikannya, luka itu panjang, lebar, dan merah, membentuk bulan sabit besar dari pelipis hingga dagunya. (The Man with the Scar, William Somerset Maugham)
*
Ayahku meninggal ketika umurku tiga, dan ibu meninggal tahun berikutnya, dan aku tidak ingat sama sekali tentang kedua orang tuaku. Ibu tidak meninggalkan satu pun foto. Ayah berwajah tampan, jadi mungkin dia senang difoto. (Oil, Yasunari Kawabata)
*
Dia sangat mencintai istrinya. Dengan kata lain, dia terlalu mencintai wanita yang satu ini. Dia menganggap kematian dini istrinya sebagai hukuman dari langit atas cintanya. Itu satu-satunya yang dia pahami tentang kematian istrinya. (Frightening Love, Yasunari Kawabata)
*
Aktris layar lebar itu meneteskan air mata di tengah cahaya remang saat menonton film yang dia menjadi pemeran utamanya. (Enemy, Yasunari Kawabata)
*
Contoh-contoh di atas memiliki satu ciri yang sama, yaitu mereka dituturkan dalam penyampaian yang jernih, dalam kalimat simpel.
Mereka menjadi menarik karena mampu memunculkan pertanyaan “What’s next” di benak pembaca. Mereka memunculkan rasa ingin tahu.
Pertanyaan “apa lagi selanjutnya” hanya akan dipicu oleh kejadian menarik yang dituturkan lebih dulu. Jika cerita dibuka tanpa kejadian apa pun, pertanyaan “apa lagi selanjutnya” tentu tidak akan muncul. Tanpa kejadian yang mendahului, tidak akan pernah ada “what’s next.”
JIka anda tidak menyodorkan masalah, tidak segera memperkenalkan karakter anda pada kesempatan pertama, pembaca tidak melihat cerita akan bergerak ke mana.
Baca Juga : 19 Tips Menulis Cepen agar Tembus ke Media
Dengan kata lain, untuk membuat pembaca ingin melanjutkan membaca, kalimat atau paragraf pertama kita harus mengandung:
Karakter dan kejadian menarik yang membuat pembaca ingin tahu kelanjutannya. Pembaca harus segera tahu ini cerita tentang siapa, dan dia dalam situasi apa.
Selanjutnya, Apakah ada konflik dalam kejadian itu? Apakah konflik itu akan berdampak langsung pada “pencarian” yang dijalani oleh protagonis, meskipun pembaca mungkin belum tahu apa “pencarian” itu?
Apakah ada sesuatu yang dipertaruhkan? Apakah pada paragraf pertama pembaca bisa merasakan ada hal penting yang dipertaruhkan oleh karakter utama?
Apakah pembaca bisa merasakan situasi “tidak baik-baik saja” dan bahwa "semua tidak seperti yang terlihat"? Cerita selalu menawarkan hal yang tidak baik-baik saja, dan dari sana pembaca akan belajar sesuatu dari cara tokoh-tokoh di dalam cerita itu berinteraksi.
Bisakah kita melihat sekilas "gambaran besar" tentang seperti apa kira-kira cerita ini? Penting bagi pembaca untuk menduga-duga, dan mengantisipasi gerak cerita. Mungkin ia akan mendapatkan lebih dari yang dia perkirakan, dan itu akan memberinya perasaan puas ketika cerita berakhir.
Leo Tolstoy memberikan gambaran besar atau ringkasan tentang Anna Karenina dalam satu kalimat di awal novel: “Setiap keluarga bahagia terlihat sama; setiap keluarga tak-bahagia tidak bahagia melalui jalan masing-masing.”
*
Sebetulnya apa yang saya sampaikan bisa disampaikan lebih ringkas: Beri pembaca kejadian menarik yang dialami oleh tokoh utama sejak kalimat pertama.
Pikiran memerlukan hal yang menarik untuk membuatnya fokus. Beri ia hal-hal menarik dan ia akan fokus pada cerita kita dan melupakan yang lain-lain. Dan ia akan semakin tercerap ketika bacaan yang dihadapinya selalu memunculkan rasa ingin tahu: Apa lagi selanjutnya?
Saya menyebut hal menarik. Di dalam cerita, yang kita maksudkan sebagai hal menarik adalah konflik dan ketegangan. Maka kita harus selalu memikirkan konflik dan ketegangan di dalam adegan-adegan yang kita ciptakan. Pembaca ingin melihat bagaimana tokoh utama mencoba mengatasi itu semua, dan seperti apa nanti pencarian si tokoh utama ini berakhir.
Baiklah, saya akan mengakhiri materi kali ini dengan menunjukkan hasil latihan saya sendiri tentang kalimat pertama.
Tangannya melayang ke pipiku malam itu dan aku memutuskan tak bicara setelah kejadian itu, sebab ia batu, keras dan tak mendengar kata-kata, dan aku tidak akan bicara dengan batu. Kami masih tidur bersama di ranjang kami, tetapi aku memberikan punggungku.
Oya, jika anda sempat memperhatikan, materi ini saya tulis dengan model tanya jawab. Itu sekadar mengabarkan kepada anda bahwa metode mengajukan pertanyaan bisa kita gunakan baik untuk menulis fiksi maupun nonfiksi.
Selamat melatih diri,
0 Comments